I’JAZIL QUR’AN
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Ulumul Qur’an
Dosen pengampu: Hj. Nur Asiyah, M
Disusun oleh:
Ulfah Fatkhuroh (133711044)
Lina Fahrunisak (133711045)
Nasrul Abidin (133711046)
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014
PENDAHULUAN
Latar belakang
Alam yang luas dan
dipenuhi makhluk-makhluk Allah ini; gunung-gunung yang menjulang tinggi,
samuderanya yang melimpah, dan daratannya yang menghampar luas, menjadi kecil
di hadapan makhluk lemah, yaitu manusia. Itu semua disebabkan Allah SWT telah
menganugerahkan kepada manusia berbagai keistimewaan dan kelebihan serta
memberinya kekuatan berpikir cemerlang yang dapat menembus semua medan untuk
menundukkan unsur-unsur kekuatan alam tersebut dan menjadikannya sebagai
pelayan bagi kepentingan manusia.
Bila dukungan Allah kepada
rasul terdahulu berbentuk ayat-ayat kaunuiyah yang memukau mata, dan tidak ada
jalan bagi akal untuk menentangnya, seperti mu’jizat tangan dan tongkat bagi
Nabi Musa AS, dan penyembuhan orang buta serta menghidupkan orang mati dengan
izin Allah SWT bagi Nabi Isa AS, maka mukjizat Nabi Muhammad SAW pada masa
kejayaan ilmu pengetahuan ini, berbentuk mukjizat ‘aqliyah, mu’jizat bersifat
rasional, yang berdialog dengan akal manusia dan menantang untuk selamanya.
Mu’jizat itu ialah Al-qur’an dengan segala ilmu dan pengetahuan yang
dikandungnya dan sangat diperlukan untuk dijadikan pedoman dan pembimbing hidup.
Allah
SWT tidak membekali Nabi Muhammad SAW dengan kemampuan-kemampuan seperti yang
diberikan Allah kepada rasul-rasul pendahulunya untuk meyakinkan umat manusia
atas kerasulan dan kebenaran risalah dakwahnya. Tetapi Allah SWT hanya
memberikan kepadanya Al-qur’an. Agar
pemahaman kita tentang mukjizat secara umum dan mukjizat Al-qur’an lebih
komprehensif, maka penulis menyusunnya dalam sebuah makalah dengan judul
I’jazul Qur’an. Semoga manfaat dan berguna untuk pribadi penyusun dan
pembaca, serta untuk dunia akademik.
Rumusan Masalah
Agar lebih terfokus dari segi operasional maupun sistematika
penulisan makalah ini, maka pokok permasalahannya dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1.
Apa
pengertian dari I’jazul qur’an?
2.
Apa
tujuan dari I’jazul qur’an?
3.
Bagaimana
sejarah dari I’jazul qur’an?
4.
Apa
s aja macam-macam dari I’jazul qur’an?
5.
Apa
saja segi-segi dari I’jazul qur’an?
PEMBAHASAN
A.
Pengertian I’jazul Qur’an
Kata mu’jizat dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia diartikan sebagai “kejadian (peristiwa) ajaib yang sukar
dijangkau oleh kemampuan akal manusia”. Sedangkan mu’jizat dalam kacamata islam
berarti “membuat sesuatu menjadi tidak mampu atau sesuatu yang luar biasa
dimana manusia tidak mampu mendatangkan hal yang serupa”.[1]
Qur’an al-Karim digunakan Nabi untuk
menantang orang-orang Arab tetapi mereka tidak sanggup menghadapinya, padahal
mereka sedemikian tinggi tingkat fasahah
dan balagah-nya. Hal ini tidak lain
karena Al-Qur’an adalah mu’jizat.[2]
Kata mu’jizat terambil dari kata
bahasa arab (a’jaza) yang berarti “melemahkan atau menjadikan tidak
mampu”. Pelakunya (yang melemahkan) dinamai mu’jiz dan bila kemampuannya
melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkam lawan, maka ia
dinamai (mu’jizat).
Secara terminology, beberapa ulama’ mendefinisikan mu’jizat sebagai
berikut:
1.
Al-suyuti:
mu’jizat adalah sesuatu yang terjadi tidak menurut kebiasaan disertai dengan
tantangan dan tak seorang pun dapat memenuhi tantangan tersebut.
2.
M.
Quraish Shihab: mu’jizat adalah suatu hal atau peristiwa luar biasa yang
terjadi melalui seorang yang mengaku nabi (yang diberi tugas kenabian) sebagai
bukti kenabian yang ditantang kepada yang ragu untuk mendatangkan hal yang
serupa namun mereka tidak mampu melayani tantangan tersebut.
Dengan demikian mu’jizat tidak dapat
diperoleh dengan pengalaman melainkan merupakan pemberian Allah SWT kepada
rasul-Nya untuk menguatkan misi dakwahnya dan untuk menunjukkan
kelebihan-kelebihan yang dicapai oleh kaumnya, dan mereka tidak akan mampu
mendatangkan hal serupa mu’jizat karena ia keluar dari adat kebiasaan manusia
yang biasa disebut sebab-akibat.
Setelah kita mengetahui arti dari
mu’jizat itu sendiri dari segi bahasa dan istilah, maka yang di maksud dengan I’jazul
qur’an adalah melemahkannya Alquran
terhadap makhluk Allah (manusia dan jin) untuk mendatangkan hal yang serupa
dengan yang ditantang serta Al-qur’an menampakkan kebenaran Nabi Muhammad SAW
dalam pengakuannya sebagai rasul Allah, dengan menampakkan kelemahan orang arab
untuk menghadapi mu’jizat yang abadi (Al-qur’an) dan kelemahan-kelemahan
generasi sesudah mereka.[3]
B.
Tujuan I’jazil Qur’an
Dari pengertian i’jaz dan mukjizat
diatas, dapat diketahui bahwa tujuan I’jazil Qur’an itu banyak, di antaranya
yaitu:
a.
Membuktikan
bahwa Nabi Muhammad SAW yang membawa mukjizat kitab Alquran itu adalah
benar-benar seorang Nabi/Rasul Allah. Beliau diutus untuk menyampaikan
ajaran-ajaran Allah SWT kepada umat manusia dan untuk mencanangkan tantangan
supaya menandingi Alquran kepada mereka yang ingkar.
b.
Membuktikan
bahwa kitab Alquran itu adalah benar-benar wahyu Allah SWT, bukan buatan
malaikat Jibril dan bukan tulisan Nabi Muhammad SAW. Sebab, seandainya kitab
Alquran itu buatan Nabi Muhammad yang seorang ummi (tidak pandai menulis
dan membaca), tentu pujangga-pujangga Arab yang profesional, dimana mereka
tidak hanya pandai menulis dan membaca tetapi juga ahli dalam sastra, gramatika
bahasa Arab, dan balaghahnya akan bisa membuat seperti Alquran. Kenyataannya
mereka tidak bisa membuat tandingan seperti Alquran, sehingga jelaslah bahwa
Alquran itu bukan buatan manusia.
c.
Menunjukkan
kelemahan mutu sastra dan balaghah bahasa manusia, karena terbukti pakar-pakar
pujangga sastra dan seni bahasa Arab tidak ada yang mampu mendatangkan kitab
tandingan yang sama seperti Alquran, yang telah ditantangkan kepada mereka
dalam berbagai tingkat dan bagian Alquran.
d.
Menunjukkan
kelemahan daya upaya dan rekayasa umat manusia yang tidak sebanding dengan
keangkuhan dan kesombongannya. Mereka ingkar tidak mau beriman mempercayai
kewahyuan Alquran dan sombong tidak mau menerima kitab suci itu. Mereka menuduh
bahwa kitab itu hasil lamun atau buatan Nabi Muhammad sendiri. Kenyataannya,
para pujangga sastra Arab tidak mampu membuat tandingan yang seperti Alquran
itu, walaupun hanya satu ayat.[4]
C.
Sejarah I’jazil
Qur’an
Ada
ulama yang berpendapat, orang yang kali pertama menulis I'jazil Qur'an ialah
Abu Ubaidah (wafat 208 H) dalam kitab Majazul Qur'an. Lalu disusul oleh
Al-Farra (wafat 207 H) yang menulis kitab Ma'anil Qur'an. Kemudian
disusul Ibnu Quthaibah yang mengarang kitab Ta'wilu Musykilil Qur'an.
Pernyataan
tersebut dibantah Abd. Qohir Al-Jurjany dalam kitabnya Dalailul I'jaz,
bahwa semua kitab tersebut di atas bukan ilmu I'jazil Qur'an, melainkan sesuai
dengan nama judul-judulnya
Menurut
Dr. Shubhi Ash-Sholeh dalam kitabnya Mabahis Fi Ulumil Qur'an, bahwa
orang yang kali pertama membicarakan I'jazil Qur'an adalah Imam Al-Jahidh
(wafat 255 H), ditulis dalam kitab Nuzhumul Qur'an. Hal ini seperti
diisyaratkan dalam kitabnya yang lain, Al-Hayawan. Lalu disusul Muhammad
bin Zaid Al-Wasithy (wafat 306 H) dalam kitab I'jazul Qur'an, yang
banyak mengutip isi kitab Al-Jahidh. Kemudian dilanjutkan Imam Ar-Rumany (wafat
384 H) dalam kitab Al-I'jaz yang
isinya mengupas segi-segi kemukjizatan Al-Quran. Lalu disusul oleh Al-Qadhi Abu
Bakar Al-Baqillany (wafat 403 H) dalam kitab I'jazul Qur'an, yang isinya
mengupas segi-segi kebalaghahan al-Quran, di samping segi-segi kemukjizatannya.
Kitab ini sangat populer. Kemudian disusul Abd. Qohir Al-Jurjany (wafat 471 H)
dalam kitab Dala'ilul I'jaz dan Asrarul Balaghah.
Para
pujangga modern seperti Mushthofa Shodiq Ar-Rofi'y menulis tentang ilmu ini
dalam kitab Tarikhul Adabil Arabi dan Prof. Dr. Sayyid Quthub dalam buku
At-Tashwirul Fannifil Qur'an dan At-Ta'birul Fanni Fil Qur'an.
D.
Macam-Macam
I’jazil Qur’an.
Dalam
menjelaskan macam-macam I’jazil qur’an ini para ulama’ berlainan keterangan.
Hal ini disebabkan karena perbedaan tinjauan masing-masing, diantaranya yaitu:
Dr.
Abd. Rozak Naufal, dalam kitab Al- I’jazu Al-Adadilil Qur’anil karim
menerangkan bahwa I’jazil Qur’an itu ada 4 macam, sebagai berikut:
a.
Al-I’jazul Balaghi, yaitu kemukjizatan segi
sastra balaghahnya, yang muncul pada masa peningkatan mutu sastra Arab.
b.
Al-I’jazul Tasyri’i, yaitu kemukjizatan segi
persyariatan hukum-hukum ajaranya, yang muncul pada masa penetapan hukum-hukum
syari’at Islam.
c.
Al-I’jazul Ilmu, yaitu kemukjizatan segi ilmu
pengetahuan, yang muncul pada masa kebangkitan ilmu dan sains dikalangan umat
islam.
d.
Al-I’jzul Adadi, yaitu kemukjizatan segi
kuantity atau matematis/ statistic, yang muncul pada abad ilmu pengetahuan dan
teknologi canggih sekarang.
Sebagai
gambaran I’jazul Adadi menurut Dr. Abd. Razak Naufal dicontohkan sebagai berikut:
a.
Dalam Al-Qur’an kata iblis disebutkan sampai 11
kali/ ayat, maka ayat yang menyuruh mohon perlindungan dari iblis itu
disebutkan 11kali pula.
b.
Kata sihir dengan segala bentuk tafsiranya
dalam Al-Qur’an disebutkan samapai 60/ ayat, dan kata fitnah yang merupakan
sebab dari itu juga disebutkan sampai 60 kali pula.
c.
Kat musibah dari segala bentuk tafsiranya dalam
Al-Qur’an disebutkan sampai 75 kali,
yang mana kata musbah itu disebut 10 kali. Dan dengan jumlah 75 kali pula lafal
syukur dan semua bentuknya yang merupakan ungkapan bahagia terhindar dari
musibah itu.
Imam
Al-khoththoby (wafat 388H) dalam buku Al bayan Fi I’jazil Qur’an
mengatakan bahwa kemukjizatan Al-Qur’an itu terfokus pada bidang kebalaghahan
saja. Dengan kata lain dia menganggap bahawa I’jazul Qur’an itu hanya satu
macam saja intinya, yaitu I’jazul Balaghi yang
mencakup kefasihan lafal, kebaikan susunan yaitu keserasian susunan
huruf-hurufnya dan ketertiban kalimat-kalimatnya, serta keindahan makna. Ulama
yang sepaham dengan Imam Al-Khoththoby yang berorientasi pada balaghah saja
antara lain:
a.
Imam
Ali bin Isa Ar Ramany (wafat 384 H), kitab An Naktu Fi I’jazil Qur’ani Al
Balaghi.
b.
Syekh
Musthafa Shodiq Ar Rafii, kitab I’jazul Qur’an Al Balaghatu An Nabaawiyyatu.
Imam Al Jahidh (wafat 255 H), dalam
kitab Nuzdumul Qur’an, Hujajun Nabawiyah, dan Al Bayan wa At
Tabyin, menegaskan bahwa kemu’jizatan Al Qur’an hanya satu yaitu pada
susunan lafal-lafalnnya saja. Sebab susunan lafal-lafalnya memang berbeda dari
kitab-kitab yang lain, dengan adanya lafal mufrad dan murakkab, taqdim dan
ta’khir, hadzaf dan dzikir, fashal dan washal, dan sebagainya. Pujangga yang
sepaham dengan Al Jahidh antara lain:
a.
Muhammad
bin Jazid Al Wasithy (wafat 306 H), kitab I’jazil Qur’an fi Nudzumi
wa Ta’lifi.
b.
Dr.
Fathi Ahmad Amin, kitab Fikratun Nudzumi Baina Wujuhil I’jazi.
c.
Abd.
Qohir Al Jurjany (wafat 371 H), kitab Dalailul I’jaz.
Moh Ismail Ibrahim,dalam buku yang
berjudul Al Qur’an wa I’jazihi Al-Ilmi mengatakan bahwa fokus
kemu’jizatan Al Qur’an adalah pada bidang ilmu dan pengetahuan.
Dalam kitab tersebut beliau
mendeskripsikan berbagai ayat yang menunjukan kemukjizatan Alqur’an yang ilmiah
dan relevansinya, mengapa kemukjizatan Nabi Muhammad SAW itu berupa Alqur’an.
Hal ini dikarenakan Alqur’an adalah firman Allah SWT yang maha alim, maha
mengetahui segala sesuatu dan segala rahasia yang ada di alam semesta ini,
sehingga segala masalah dapat terpecahkan.
Rupanya bukan hanya Ismail Ibrahim
saja yang beranggapan bahwa focus kemukjizatan adalah dalam bidang ilmu dan
pengetahuan, bahkan ulma’ salaf juga telah beranggapan bahwa kemu’jizatan
Al-Qur’an itu terletak pada bidang ilmu dan pengetahuan seperti yang diungkapkan
oleh:
1.
Dr.
Ahmad Abd. Salam Al- Kerdani dalam buku Al- I’jazil Ilmilil Qur’an.
2.
Imam
Zamahsyari dalam Tafsir Al- Kassyaf.
3.
Imam
Tarur Rozi dalam Tafsir mafasil Ghaibi
4.
Imam
Al- Ghazali dalam buku Jawahirul Qur’an.[5]
Al Baqillani menegaskan bahwa I’jaz yang terdapat dalam Al Qur’an,
tidak berasal dari intervensi eksternal yang menutup kemungkinan bangsa Arab
membuat yang semisal dengan Al Qur’an. Al Baqillani mengakui bahwa pemberitaan
perihal yang gaib dan masalah-masalah yang akan terjadi pada masa mendatang
merupakan salah satu aspek kemukjizatan Al Qur’an, namun ia tidak menafsirkan
I’jaz dari aspek itu saja. Al Baqillani membedakan teks Al Qur’an dengan
teks-teks lainnya dari dua sisi, yaitu:
a. Bentuk
eksternal, struktur umum. Al Qur’an tidak tunduk pada aturan-aturan prosa yang
berlaku dalam ujaran biasa.
b. Aspek
susunan dan style (uslub), kita tidak menemukan perbedaan taraf susunan dan
penyusunan meskipun panjang dan temanya bervariasi.[6]
E.
Segi-Segi I’jazil Qur’an
Yang dimaksud segi-segi I’jazil
Qur’an ialah hal-hal yang ada pada Alquran yang menunjukkan bahwa kitab itu
adalah benar-benar wahyu Allah SWT, dan ketidakmampuan jin dan manusia untuk
membuat hal-hal yang sama seperti yang ada pada Alquran.
Untuk menentukan segi-segi I’jazil
Qur’an, para ulama berbeda pandangan, antara lain:
a.
Syekh
Abu Bakar Al-Baqillany (wafat 403 H) dalam kitab I’jazil Qur’an mengatakan: Alquran menjadi mukjizat
itu karena 3 segi kemukjizatan, sebagai berikut:
§ Di dalam Alquran itu ada cerita mengenai hal-hal yang ghaib.
§ Di dalam Alquran itu ada cerita umat dahulu beserta para Nabinya,
padahal Rasulullah SAW adalah seorang ummi.
§ Di dalam Alquran terdapat susunan indah yang terdiri dari 10 segi:
Ijaz, tasybihisti’arah, talaum, jawashil, tajamus,
tasyrif, tadhmin, mubalaghah, dan husnul bayan.
b.
Al-Qhadi
Iyad Al-Basty dalam buku Asy-Syifa’u bi Ta’rifi Huquqil Mushthafa
mengatakan: Segi-segi kemukjizatan Alquran itu 4 hal, sebagai berikut:
§ Susunannya yang indah.
§ Uslubnya yang lain dari pada yang lain.
§ Adanya berita-berita ghaib yang belum terjadi, tetapi lalu
betul-betul terjadi.
§ Adanya berita-berita ghaib masa lalu dan syariat-syariat dahulu
yang jelas dan benar.
c.
Imam
Al-Qurthubi (wafat 684 H) dalam tafsir Al-Jami’u Ahkamil Qur’an
mengatakan: Segi-segi kemukjizatan Alquran itu ada 10 hal, sebagai berikut:
§ Susunannya yang indah, yang lain dari yang lain.
§ Uslubnya berbeda dengan seluruh uslub bahasa Arab.
§ Kefasihan ungkapan-ungkapannya yang tidak dapat diimbangi.
§ Pengaturan bahasa yang utuh-bulat.
§ Adanya berita mengenai pertama kali kejadian-kejadian dunia yang
belum terdengar.
§ Ditepatinya hal-hal yang telah dijanjjikan lalu betul-betul terjadi.
§ Adanya berita yang belum terjadi, lalu betul-betul terjadi.
§ Isi aturan halal-haram.
§ Hikmah-hikmah tinggi yang tidak biasa terjadi.
§ Persesuaian semua kandungannya.
d.
Syekh
Abd. Adhim Az-Zarqony, dosen Ulumul Qur’an dan Ulumul Hadis pada jurusan Dakwah
wal Irsyad fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar mengatakan: Orang yang
mengamati Alquran dengan seksama akan mengetahui segi-segi kemukjizatan Alquran
yang sangat menakjubkan, sedikitnya ada 7 segi, sebagai berikut:
a.
Keindahan
bahasa dan uslub Alquran. Segi bahasa dan uslubnya sangat indah dan menarik,
karena memiliki kekhususan yang tinggi, sehingga amat mengherankan dan bahkan
dapat melemahkan manusia yang mendengarkannya.
b.
Cara
penyusunan bahasanya tampak baik, tertib, dan berkaitan antara satu dengan yang
lain, sehingga tidak kelihatan adanya perbedaan-perbedaan antara surah yang
satu dengan yang lain, meski Alquran itu diturunkan secara berangsur-angsur,
sedikit demi sedikit selama 22 tahun lebih.
c.
Berisi
beberapa ilmu pengetahuan, yang banyak memberi acuan makhluk kepada kebenaran
dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dalam Alquran banyak berisi benih
dari berbagai cabang ilmu pengetahuan, bermacam-macam argumentasi lautan
kehidupan di dunia dan akhirat.
d.
Membuktikan
bahwa Alquran itu mu’jiz atau menjadi mukjizat ialah karena kitab suci itu bisa
memenuhi segala kebutuhan manusia, baik yang berupa petunjuk-petunjuk dalam
berbagai segi kehidupan, ataupun berwujud tuntunan dalam bermacam-macam
peribadatan, maupun yang berbentuk benih-benih dalam beraneka disiplin ilmu
pengetahuan di sepanjang zaman. Hal ini tidak pernah terjadi didalam kitab suci
lain ataupun agama lain.
e.
Kemukjizatan
Alquran tampak juga dalam segi cara-caranya mengadakan perbaikan dan
kemaslahatan-kemaslahatan bagi umat manusia. Alquran menempuh cara yang sangat
bijaksana sehingga amat mengherankan dalam mengarahkan umat menuju jalan
kebaikan, kemaslahatan, dan kesejahteraan dalam berbagai segi kehidupan.
f.
Adanya
berita-berita ghaib dalam Alquran juga menunjukkan bahwa kitab suci tersebut
betul-betul wahyu Allah SWT. Sebab berita-berita ghaib yang menceritakan
hal-hal yang telah terjadi ratusan ribu tahun lalu itu tidak mungkin diketahui
oleh Nabi, apalagi bisa menceritakannya, kalau bukan wahyu dari Allah SWT yang
Maha Mengetahui segala rahasia dan kejadian. Hal ini sesuai dengan firman Allah
SWT:
¼çnyYÏãur ßxÏ?$xÿtB É=øtóø9$# w !$ygßJn=÷èt wÎ) uqèd 4 ÞOn=÷ètur $tB Îû Îhy9ø9$# Ìóst7ø9$#ur 4 $tBur äÝà)ó¡n@ `ÏB >ps%uur wÎ) $ygßJn=÷èt wur 7p¬6ym Îû ÏM»yJè=àß ÇÚöF{$# wur 5=ôÛu wur C§Î/$t wÎ) Îû 5=»tGÏ. &ûüÎ7B ÇÎÒÈ
Artinya:
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia sendiri. Dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan
dan di lautan.” (Q. S.
Al-An’am: 59)
g.
Adanya
ayat ‘itab (teguran). Di dalam Alquran terkadang terdapat ayat-ayat ‘itab (ayat
teguran), yang menegur kekeliruan pendapat Nabi Muhammad SAW. Kadang-kadang teguran itu secara
tegas dan keras, kadang-kadang secara lunak dan lemah lembut.[7]
PENUTUP
Kesimpulan
I’jazul qur’an adalah melemahkannya Alquran terhadap makhluk Allah
(manusia dan jin) untuk mendatangkan hal yang serupa dengan yang ditantang
serta Al-qur’an menampakkan kebenaran Nabi Muhammad SAW dalam pengakuannya
sebagai rasul Allah, dengan menampakkan kelemahan orang arab untuk menghadapi
mu’jizat yang abadi (Al-qur’an) dan kelemahan-kelemahan generasi sesudah
mereka.
I’jazil qur’an itu sendiri mempunyai tujuan diantaranya untuk
membuktikan bahwa Nabi Muhammad SAW benar-benar seorang Nabi/Rasul Allah,
membuktikan bahwa kitab Alquran itu benar-benar wahyu Allah SWT bukan buatan
malaikat jibril dan bukan pula buatan Nabi Muhammad SAW, menunjukkan kelemahan
mutu sastra dan balaghah bahasa manusia, serta menunjukkan kelemahan daya upaya
dan rekayasa umat manusia yang tidak sebanding dengan keangkuhan dan
kesombongannya.
Sejarah I’jazil Qur’an menjelaskan bahwa ada ulama yang berpendapat
tentang orang yang pertama kali menulis I’Jazil Qur’an ialah Abu Ubaidah dalam
kitab Majazul Qur’an, kemudian dibantah oleh Abd. Qohir Al-Jurjanjy dalam kitab Dalailul I’jaz. Macam-macam I’jazil Qur’an menurut Dr. Abd. Rozak Naufal
dalam kitab Al-I’jazu Al-Adadilil Qur’anil
Karim ada 4 macam, yaitu Al-I’jazul
Balaghi, Al-I’jazul Tasyri’I, Al-I’jazul Ilmu, dan Al-I’jazul Adadi. Segi-segi
I’jazil Qur’an menurut Syekh Abu Bakar Al-Baqillany ada 3 segi, menurut Al-Qadhi
Iyad Al-Basty ada 4 segi, menurut Imam Al-Qurthubi ada 10 segi sedangkan
menurut Syekh Abd. Adhim Az-Zarqony ada 7 segi.
DAFTAR PUSTAKA
Djalal
abdul. 2012. Ulumul Qur’an. Surabaya:
Dunia Ilmu.
Shiddieq,
Muhamad Hasbi Ash. 2002. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Semarang. PT. Pustaka
Rizki Putra.
Khalil
al-Qattan Manna’. 2013. Studi Ilmu-Ilmu
Qur’an. Surabaya: Litera AntarNusa.
[1] Muhamad Hasbi
Ash Shiddieq, Tengku,Ilmu-Ilmu Al-qur’an, (Semarang, PT. Pustaka Rizki
Putra, 2002) hlm 318
[2] Khalil al-Qattan Manna’. Studi
Ilmu-Ilmu Qur’an. (Surabaya: Litera AntarNusa, 2013) hlm 255
[3]Muhamad Hasbi
Ash Shiddieq, Tengku,Ilmu-Ilmu Al-qur’an, (Semarang, PT. Pustaka Rizki
Putra, 2002) hlm
[4] Prof. Dr. H.
Abdul Djalal H.A, Ulumul Qur’an, (Surabaya, Dunia Ilmu, 2012) hlm 269- 271
[5]
Prof. Dr. H. Abdul Djalal H.A, Ulumul Qur’an, (Surabaya, Dunia Ilmu, 2012) hlm 271-275